Minggu, 30 Agustus 2009

Menjelang Lebaran Penjualan Perabotan Rumah Meningkat

PEMALANG wartapantura – Penjualan perabotan rumah tangga yang sempat mengalami kelesuan dalam dua bulan terakhir akibat kegagalan panen di beberapa areal sawah di Pemalang memasuki minggu kedua bulan puasa kembali menggeliat. Omzet yang dicapai dari penjualan eceran, baik tunai maupun cicilan rata-rata mengalami kenaikan siqnifikan. Dalam dua pekan tekahir bahkan ada yang mengalami peningkatan omzet hingga 100 persen atau dua kali lipat dari omzet sebelumnya. Para peniaga alat rumah tangga telah memaklumi bahwa tahun ajaran baru merupakan musim paceklik bagi dunia usaha perabotan. Karena orang tua dimana pun akan mementingkan biaya sekolah anak ketimbang membeli kursi, almari ataupun perabot lainnya. Menurut Sukiswo Mario (48) dari UD Soka Perkasa yang membuka toko perabotan rumah di Jalan Ternate, Bojongbata, meski di sejumlah toko perabotan bisa dibeli secara kridit, orang tua tetap menunda rencana membeli kursi dan lainnya karena kebutuhan biaya masuk sekolah tidak dapat ditunda.

Senada dengan Khodirin (32) dan Santoso (34) yang juga berjualan perabotan rumah tangga seperti kursi tamu, almari, ranjang kayu dan spring bed. Menurunnya usaha perabotan rumah untuk kalangan menengah ke bawah di Pemalang sangat bergantung pada daya beli masyarakat yang bersandar pada usaha pertanian. “Daya beli akan menurun karena hasil panen kurang maksimal akibat hama wereng. Namun sebaliknya akan pulih kembali apabila hasil panen membaik,” ujarnya. Repotnya, ganasnya serangan hama wereng berbarengan dengan tahun ajaran baru sehingga konsumen lebih mementingkan pemenuhan kebutuhan anak sekolah ketimbang membeli alat rumah tangga yang pada dasarnya bisa ditunda sampai cukup dana. Lesunya penjualan perabotan karena kondisi ekonomi masyarakat kalangan menengah kebawah mayoritas bergantung dari sektor pertanian dimaklumi Sukiswo. “Bagaimanapun warga pedesaan sangat bergantung pada sektor pertanian, kalau hasil panen gagal atau minim karena diserang hama, tentu kesediaan dana juga minim,” katanya. Namun dalam kondisi normal warga pedesaan akan membeli perabotan rumah apabila kebutuhan sekolah sudah terpenuhi. Gagal panen atau banyaknya kerusakan tanaman akibat hama adalah musim paceklik bagi warga petani di pedesaan sebagai konsumen paling dominan perabotan lokal.

Perabotan rumah yang banyak diminati pembeli adalah jenis kursi tamu, almari, ranjang kayu, spring bed dan rak televisi. Perabotan tersebut termasuk jenis lokalan Pemalang-Tegal yang harganya relatif miring dibanding buatan lain daerah seperti Jepara dan Jawa Timur. Harga kursi tamu terbuat dari kayu jati dan sebagian kayu desa berkisar Rp 700 ribu hingga Rp 1,6 juta. Ranjang jati kasur busa Rp 700,- - Rp 2 juta. Springbed Rp 1,8 hingga Rp 3 juta. Selain penjualan tunai para penjual perabotan juga melakukan penjualan secara cicilan. Namun pada saat musim paceklik tak jauh bedanya dengan penjualan tunai, penagihan cicilan juga mengalami kendala. Dan akan kembali pulih setelah mendekati Lebaran seperti sekarang ini. Yang dalam sebulan terakhir transaksi penjualan baik tunai maupun cicilan bisa mencapai 70 an juta. wartapantura/ruslan nolowijoyo

Pemasaran ‘Jemput Bola’ Penjual Baju Kelilingan


PEMALANG wartapantura – Bagi pedagang pakaian kelilingan upaya mencari keuntungan dengan cara ‘jemput bola’ merupakan satu keharusan apabila ingin usahanya langgeng. Sebab dengan kiat tersebut setidaknya beberapa nilai tambah diperoleh pembeli secara langsung, dibanding jika membeli di toko ataupun pusat penjualan konveksi atawa grosir. Nilai tambah yang dimaksud diantaranya penghematan biaya transport, keleluasaan menawar barang pilihan dan adakalanya terjalin komunikasi yang interaktif antara pembeli dengan pedagang langganan sehingga hubungan lebih familiar. Untuk antero Pemalang dan sekitarnya, keberadaan pedagang pakaian kelilingan bukan sosok asing lagi. Sejak sentra kerajinan konveksi di wilayah Kecamatan Comal dan Ulujami berkembang pesat, menjajakan hasil konveksi secara door to door menjadi kesempatan kerja baru yang semakin banyak ditekuni warga berjiwa wira usaha.

Salah seorang diantaranya adalah Kastolani (37) yang tinggal di Desa Purwosari Kecamatan Comal. Setelah beberapa kali berganti profesi, sejak setahun lalu bapak dua anak itu memastikan diri menjadi penjual pakaian kelilingan yang beroperasi di wilayah Pemalang, Kajen dan Batang. “Saya berjualan di mana saja sampai ke Kajen dan Batang,” ungkapnya saat ditemui tengah menggelar dagangannya di selasar sebuah kantor kedinasan di Pemalang, baru-baru ini. Dengan berjualan pakaian produk konveksi dari desa tetangganya, dia mampu menghidupi keluarganya lebih baik. Setiap hari setidaknya meraih omzet penjualan antara Ro 300 hingga Rp 400 ribu. Dari omzet tersebut Kastolani mendapatkan upah payah sekitar Rp 40 sampai Rp 50 ribu. “Ya meskipun sedikit untungnya tapi lumayan buat hidup keluarga saya,” tutur pedagang kecil itu lugu. Penghasilan harian itu, menurut dia, sudah termasuk biaya operasional dan bensin bagi sepeda motor bebeknya.

Jenis produk konveksi yang banyak diminati masyarakat adalah kaos oblong, T-shirt, kemeja, celana panjang dan celana kolor. Dengan kulakan di pusat konveksi Comal dan Ulujami, Kastolani mematok laba sekedarnya. “Laba sedikit yang penting cepat laku sehingga bisa cepat kulakan lagi,” terangnya. Untuk sepotong celana kolor buatan konveksi Kauman Comal dia mematok harga jual antara Rp 10 hingga Rp 15 ribu. Sedangkan kemeja dewasa yang dibeli di sentra konveksi Arjosari Ulujami dijual seharga Rp 25 – Rp 30 per potong, tak jauh bedanya dengan kaos dan T-shirt. Barang dagangan yang paling tinggi harga jualnya adalah celana panjang, per potongnya mencapai Rp 40 – Rp 45 ribu. Dari beberapa item produk konveksi tersebut terdapat berbagai merk yang ditempel. Namun dari kalangan pembeli yang ditemui mengakui soal merk tidak penting karena rata-rata sudah mengenal produk konveskinya. “Kita sudah tahu ini buatan konveksi Comal dan Ulujami,” tutur Tomo (43) dan Muksin (39) staf instansi tempat Kastolani berjualan. Kastolani mengakui kalau pembelinya jarang menyoal merk yang melekat pada pakaian yang dipilih. Namun yang pasti terdapat perbedaan dengan pakaian yang dipajang ditoko, yakni harganya lebih miring selain keleluasaan untuk menawar.

Pola jemput bola dalam usaha penjualan konveksi menurut Kastolani adalah kiat yang efektif ketimbang mangkal di suatu tempat. Grafik penjualan bisa lebih baik daripada berjualan di pangkalan yang harus banyak pertimbangan, katanya. Dengan mendatangi pembeli alias jemput bola, peluang terjual bagi dagangannya bisa diperkirakan. Terutama selama tanggal muda saat dimana para pegawai sudah gajian. Dipastikan beberapa potong pakaian laku terjual. Untuk sepotong celana kolor dan kaos oblong Kastolani mendapatkan laba sekitar Rp 2000,-. Sedangkan untuk kemeja dan celana panjang keuntungan yang diperoleh bisa mencapai Rp 5 ribu per potong.wartapantura/ruslan nolowijoyo

Wujudkan Pemalang Cerdas Perlu Kerja Keras


PEMALANG wartapantura – Perwujudan Kabupaten Pemalang Cerdas hanya akan menjadi kenyataan dengan kerja keras. Tanpa itu semua hanyalah harapan diangan-angan. Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dindikpora) Kabupaten Pemalang, Drs Sapardi, MSi menyampaikan hal itu di ruang kerjanya Jumat (28/8). Kerja keras yang dia maksudkan perlu pula disertai etos kerja cerdas, kerja bersama dan keikhlasan. “Dengan kerja keras, kerja cerdas, kerja sama dan ikhlas, niscaya harapan mewujudkan Pemalang Cerdas akan menjadi kenyataan,” urainya menjelaskan. Untuk menyiapkan format 4 kiat tersebut bisa dimulai dengan mewujudkan iklim yang kondusif sejuk dan menyenangkan di jajaran pendidikan mulai dari tingkat dinas UPPK hingga sekolah-sekolah sebagai unit pendidikan. Kemudian yang tak kalah pentingnya adalah pelayanan kepada masyarakat di bidang pendidikan harus maksimal, dengan mengoktimalkan semua potensi sesuai dengan tupoksi masing-masing. Dalam konteks ini Sapardi mencontohkan keberadaan pengawas pendidikan yang harus melaksanakan tugas pengawasan. “Pengawas harus sesuai tugasnya tidak hanya datang ke sekolah dan ketemu kepala sekolahnya, lalu pulang. Tetapi mengawasi semua aspek termasuk cara mengajar guru,” tegasnya.

Disampaikan lebih jauh Sapardi, berkaitan dengan upaya meningkatkan mutu pendidikan, guru mempunyai tugas pokok bimbing, ajar dan latih. Dimana kaidah seorang profesional harus dilaksanakan dengan baik. Sementara itu kepala sekolah melaksanakan tugas sebagai edukator, motivator sekaligus inovator. Berkaitan dengan hal tersebut, lengkap dia, sumberdaya manusia yang ada yakni tenaga pendidik dan kependidikan, harus dioptimalkan agar menjadi seumberdaya yang bermutu dan profesional. Sebab, kunci keberhasilan dalam pendidikan adalah sumberdaya manusianya disamping stake holders yang lainnya. wartapantura/ruslan nolowijoyo

Rabu, 26 Agustus 2009

Tarling Jajaran PLN APJ Tegal


PEMALANG wartapantura - Tarwih keliling (tarling) selama bulan suci Ramadhan dilaksanakan jajaran PLN APJ Tegal di 10 wilayah kerja Unit Pelayanan Jaringan (UPJ) yang ada. Pada acara tarling perdana di UPJ Randudongkal, Selasa (25/8) hadir pimpinan PLN APJ Tegal, Nanang Subuh didampingi tim kerjanya dari bagian perencanaan dan pengawasan, manajer UPJ Randudongkal selaku tuan rumah dan 9 manajer UPJ lainnya. Masing-masing UPJ Pemalang, Comal, Brebes, Slawi, Balapulang, Jatibarang, Tegal Timur, Tegal kota dan UPJ Bumiayu. Sekitar 100 orang dari paguyuban mitra Biro Teknik Listrik (BTL) turut dalam acara yang digelar di gedung baru PLN UPJ Randudongkal yang berada di jalur Randudongkal – Moga.

Dalam acara yang diawali dengan pengajian Ramadhan, ustadz Drs Fahruri menyampaikan bahwa Bulan Ramadhan memberikan banyak pembelajaran ihwal ketaqwaan kepada kita. “Dalam Islam kita diajarkan tolong menolong dalam kebaikan, dan tidak ada ajaran tolong menolong dalam kejahatan,” jelasnya. Diungkapkan lebih jauh, berkaitan dengan kinerja PLN yang secara nyata telah memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, jajaran PLN ibarat malaikat yang diturunkan ke bumi oleh Allah SWT untuk menerangi. “Jadi kita sulit membayangkan apabila tidak ada listrik, dunia ini akan gelap gulita di waktu malam. “ tegasnya. Dikatakan lebih jauh, jika tidak ada listrik semua kegiatan akan terhambat, termasuk kegiatan dakwah, para mubaliq akan mengalami hambatan dalam melakukan dahwahnya. Mewakili pimpinan APJ Tegal, Asep menyampaikan, ibadah puasa yang dilaksanakan umat Islam memberikan makna yang amat dalam, dimana setelah selesai menjalankan puasa akan memperoleh kemenangan di hari yang fitri.

Manajer UPJ Randudongkal, Priatna Utama, SE dalam sambutannya mengatakan, pelaksanaan tarling di Randudongkal merupakan kegiatan pertama dari rangkaian kegiatan tarling yang telah diagendakan PLN APJ Tegal. “Acara di Randudongkal ini merupakan tarling perdana yang dilaksanakan PLN APJ Tegal di seluruh wilayah kerja UPJ yang ada. “ jelasnya. Selain pimpinan APJ Tegal dan 10 pimpinan UPJ , tarling malam ini juga dihadiri seratus mitra BTL yang tergabung dalam wadah paguyuban BTL UPJ Randudongkal, lengkap dia. Sementara itu Ketua Paguyuban BTL UPJ Randudongkal, Taufik Hidayat, menyampaikan bahwa bulan Ramadhan pada dasarnya selain memberikan pembelajaran keimanan dan ketaqwaan, kita bisa mengutip hikmah positif yang tak ternilai harganya. Diantaranya kesabaran dalam bersikap dan bertindak di keseharian kita. Timbulnya rasa welas asih kepada sesama sebagaimana diajarkan Rasulullah Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Paguyuban BTL UPJ Randudongkal yang didukung sekitar 100 anggota merupakan mitra kerja PLN dalam hal pelayanan kepada masyarakat. Dengan jalinan kemitraan yang baik bersama PLN selaku institusi pengelola kelistrikan, kami ingin senantiasa berupaya meningkatkan pelayanan tersebut, tuturnya. Usai melaksanaan sholat magrib acara dilabnjutkan dengan buka puasa bersama dan sholat tarawih. wartapantura : ruslan nolowijoyo

Memancing Ikan Kakap dekat Muara Berekreasi dan Melatih Kesabaran


PEMALANG . wartapantura - Bagi penggemar memancing, kawasan sekitar muara sungai merupakan lokasi paling cocok untuk melepas kepenatan dengan memancing ikan kakap. Sebab di lokasi tersebut selain pemandangan alamnya indah memikat biasanya ikan kakap yang dagingnya lezat itu berhabitat dan berkembangbiak. Seperti halnya di aliran sungai Kali Waluh yang bermuara di Asemdoyong Kecamatan Taman Pemalang maupun dekat m,uara Kali Comal di wilayah Kecamatan Comal. Ikan kakap putih yang beranakpinak di Kali Waluh menyukai lokasi berair dalam sebelah selatan tak jauh dari kawasan muara yang banyak ditempati perahu nelayan. Sedangkan di Kali Comal ikan kakap berhabitat di sepanjang alur sebelum muara yang lokasinya berkelak kelok. “Kakap putih banyak tinggal di air sekitar brug tugel beberapa ratus meter selatan muara Kali Waluh,” ungkap Eko (31) hobiis mancing dari Kebondalem, Selasa (25/8) malam kemarin. Rekannya Junet (26) juga mengakui, kakap menyukai air yang agak jernih dan lokasinya banyak rumpon atau tumbuhan glagah. Senada disampaikan Deni Purwoko (33) hobiis mancing kakap asal Mulyoharjo, lokasi dekat muara Kali Comal banyak dihuni kawanan kakap putih yang disukai pemancing.

Bagi para penggemar mancing yang biasa berburu kakap, ada kiat tersendiri untuk penyaluran hobinya. Yakni memancing secara nglicir, yakni menenggelamkan umpan di tepi sungai dan berpindah-pindah di tempat yang diperkirakan dihuni kakap. Atau dengan cara nenggar, menunggui umpan yang dilempar ke tengah bentangan sungai. Menurut Mas Yok (51) dua cara tersebut banyak digunakan untuk memburu kakap, tapi masing-masing pemancing tidak selalu sama dalam menerapkan kiatnya. Namun yang pasti, jelas hobiis mancing yang tinggal di bilangan Serayu Kebondalem itu. Memancing kakap pada dasarnya bisa dilakukan pagi ataupun sore hari. “Jika pagi sekitar pukul 06 hingga 09, sore pukul 16 hingga 18,” katanya. Akan tetapi ada kalanya ikan kakap akan bereaksi menyantap umpan pada siang hari sekitar pukul 11 hingga 13, imbuh dia.

Memancing ikan kakap tak beda dengan memancing ikan lainnya, kata Arif (30). Yakni membutuhkan kesabaran dan ketelatenan dan bagi pemancing harus bersiap untuk kecewa apabila tidak mendapatkan ikan meski telah berjam-jam lamanya berada di tepi sungai atau ikan yang menyantap umpan ternyata lepas kembali padahal sudah beberapa lama dihela. “Harus sabar dan telaten selain memilih waktu yang tepat sesuai kondisi air sungai dimana ikan kakap berada,” jelas dia. Untuk kondisi tertentu ikan kakap kurang merespon umpan yang terkait di mata kail. Misalnya air sungai terlalu keruh setelah turun hujan, imbuhnya. Untuk ikan kakap lazim digunakan umpan udang hidup yang bisa diperoleh dengan harga relatif murah. Untuk jenis udang jari menurut Mas Yok dan Eko, harganya Rp 40 ribu per kilo. Tetapi untuk jenis udang putih harganya lebih mahal, yakni antara Rp 700,- hingga Rp 1.000,- setiap ekornya. Cara memasang umpan udang menurut dia, dengan mengkaitkan mata kail pada tanduk (kepala) atau diatas ekor. Kedua jenis udang tersebut bisa bertahan beberapa jam dalam air sehingga menarik hasrat ikan kakap untuk menyantapnya.

Menyalurkan hobi memancing ikan kakap di sungai, menurut para hoiis mancing yang bergabung dalam komunitas pemancing kakap di Kebondalem, merupakan cara berekreasi yang cukup tepat guna melepas kejenuhan disela kesibukan kerja sehari-hari. Berjam-jam menunggu reaksi pemangsa umpan membutuhkan kesabaran prima. Keseharian kerja yang menjemukan, menurut mereka, membutuhkan penyegaran, refresing. Kebetulan di Pemalang terdapat beberapa sungai yang dihuni banyak kakap, seperti Kali Waluh dekat muara Asemdoyong, Kali Comal di sekitar Desa Mojo dan muara Srengseng di Tanjungsari. Di tempat-tempat tersebut ikan kakap putih yang ada besar kecilnya beragam. Pemancing kerap mendapatkan dengan berat setengah hingga satu setengah kilogram. Tetapi tidak jarang pula mereka memperoleh kakap dengan berat mencapai enam hingga duabelas kilogram. wartapantura : ruslan nolowijoyo

Senin, 24 Agustus 2009

Meski Produk Pabrik Membanjir Celengan Tradisional Pleret tetap Disukai

PEMALANG wartapantura Modernitas yang ditandai pesatnya teknologi fabrikan agaknya tak mampu menggoyang eksistensi gerabah tradisional semacam celengan buatan Pleret yang dijajakan di luar daerah asalnya. Buktinya sejak dua bulan lalu berbagai bentuk celengan asal Pleret Kabupaten Purwakarta Jawa Barat, menghias sudut kota Pemalang dengan tampilan berwarna-warni. Salah seorang penjualnya, Mamat (27) mengaku tidak terlalu lama waktu yang dibutuhkan untuk menjual dagangannya. Setiap kembali ke kampung untuk mengambil celengan, ayah dua anak itu membawa sekitar 450 buah untuk dijajakan di Pemalang. “Ya, paling lama satu minggu saya kembali mengambil dagangan,” tutur dia di tempatnya memajang aneka celengan di sudut barat laut Alun-alun, Minggu (23/8). Berarti dagangan yang dia pasarkan terjual dalam seminggu. Sebuah celengan ukuran kecil dipatok harga Rp 10 ribu, sedangkan yang terbesar Rp 40 ribu.

Harga tersebut tentu lebih mahal dibanding celengan plastik buatan pabrik. Tapi menurut dia, orang lebih suka celengan dari tanah liat, karena setelah isi penuh dibuka bagian bawah, celengan bias dijadikan hiasan. “Biasanya ditaruh depan rumah atau malah di atap rumah,” katanya. Celengan buatan pengrajin Pleret menurut Mamat memiliki ciri khas dan perbedaan dengan buatan daerah lain. Selain lebih tebal, jenis tanah liatnya lebih kuat karena tanpa campuran pasir dalam pembuatannya. Karena itulah celengan yang berbentuk singa atau macam bisa diduduki seperti kursi, jelasnya. Gerabah tanah liat Pleret menyebar di berbagai penjuru negeri ini. “Saya pernah berjualan sampai Lampung Bengkulu, Semarang, Brebes, dan kota lain,” akunya. Sudah sebelas tahun Mamat mengais rejeki dengan berjualan celengan. Tak jauh bedanya dengan temannya Gofur (25) yang berjualan di lain lokasi. Soal jauh dekatnya kota tujuan bukan masalah. Urusan mencari nafkah tidak mengenal jarak dan waktu, katanya. Yang belum sempat didatangi Mamat adalah Kalimantan. “Saya mau ke Kalimantan tapi kesulitan kendaraannya, beda dengan waktu ke Bengkulu dan Lampung,” jelasnya.

Celengan yang dijual Mamat dan Gofur terdiri dari sekitar sepuluh bentuk binatang. Ada macan, singa, bebek, ayam jago, kelinci, kucing, kura-kura dan bentuk lainnya. Daya tarik celengan tradisional ini diantaranya terletak dari warna cat yang menyolok dan kontras. Tak heran karenanya setiap melihat seorang anak akan merengak kepada ibunya agar dibelikan. Tentu bagi orang tua, tak sekadar mengeluarkan isi dompet jika memahami adanya makna pembelajaran dari celengan. “Kan kalau beli celengan anak bisa belajar menabung, jadi uangnya bukan habis untuk jajan,” tutur Mamat. Setiap hari sekeping, lama lama bisa menjadi ribuan keping, imbuhnya meyakinkan. Tanpa disadari penjual gerabah celengan seperti Mamat telah melakukan yang terbaik bagi pembeli. Yakni mengajak anak-anak gemar menabung, belajar berhemat, bukan membeli barang karena dorongan pola hidup konsumtif. Celengan harganya hanya puluhan ribu, tapi bisa untuk menyimpan uang ratusan ribu. Kalau dibelikan jajan hanya akan kenyang, apalagi kalau dibelikan kembang api atau mercon, seketika hilang, kelakarnya lugu dan khas. wartapantura/ruslan nolowijoyo

Pelajar Kreatif Mengisi Liburan dengan Menyemir Sepatu

PEMALANG (wartapantura) - Bukan salah bunda mengandung sudah suratan tangan sendiri. Itulah yang dikatakan pepatah. Tetapi bagi Yudi (14) Anggi (12) dan Kartono (11) yang baru dua bulan lalu naik kelas, sama sekali tidak terkesan apapun dengan pepatah itu. Tidak merasa bersalah pula mereka dilahirkan dari keluarga pas-pasan sehingga setiap pulang sekolah harus berlari ke kota Pemalang untuk menjual jasa sebagai penyemir sepatu. Mereka selalu menampilkan wajah ceria, meski sebenarnya hatinya teriris pilu manakala menyaksikan anak-anak sebaya bersekolah diantar dengan kendaraan atau menikmati liburan bersama orang tuanya.

Sungguh menggugah semangat juang mereka. Ketiganya berasal dari keluarga tak berpunya di Desa Tambakreja Kecamatan Pemalang. Sama halnya puluhan anak sebaya asal desanya yang juga mencari selembaran uang receh dengan menyemir sepatu. Yudi Nugroho yang baru naik kelas 3 SMPN 6 Pemalang, terpaksa mencari uang sejak masih duduk di bangku kelas 5 SD beberapa tahun lalu. Ayah ibunya hanya seorang buruh kecil yang harus menghidupi dua anak. “Kalau liburan seperti sekarang kita senang bisa kerja dari pagi karena tidak masuk sekolah,” tuturnya polos. Yudi tinggal bersama orang tua dan adiknya yang masih kecil di lingkungan RW 03 Tambakreja. Senasib temannya Anggi yang duduk di kelas 6 SD dan Kartono yang di kelas 5. Ketiganya harus meninggalkan rumah dengan sepeda mini butut menuju Pemalang yang jaraknya sekitar 5 km. Kalau sedang mujur dalam sehari bisa mendapatkan Rp 10 ribu. “Tapi kalau sedang sepi kita hanya dapat Rp 5 sampai Rp 7 ribu saja,” tutur Anggi dan Kartono. Mereka terkesan lugu dan tanpa beban menyebut jumlah perolehan rupiah yang notabene tak seberapa banyaknya. Bahkan tak terbayang dalam benak mereka, kalaupun sepuluh atau lebih bocah penyemir sepatu pendapatannya dikumpulkan, masih belum cukup untuk membeli sekeping telepon genggam milik anak gedongan usia sebaya.

Pun Yudi dan dua karibnya tak tahu apa arti slogan sekolah gratis yang telah membumi lewat iklan televisi. Sebab untuk kelangsungan sekolahnya orang tua mereka tetap mengeluarkan dana meski dengan bersusah payah. “Kita kerja nyemir sepatu untuk membantu Emak,” tutur bocah polos itu dengan pengakuan menggugah saat diajak berbincang di sudut Alun-alun Pemalang, baru-baru ini. Sungguh menyentuh, sementara tangan terampil mereka cekatan menggosok sepatu, sesekali matanya melirik mobil mulus yang melintas atau anak-anak sebaya yang asyik menikmati liburan sekolah dengan berjalan-jalan ceria tanpa harus memikirkan bagaimana sulitnya mendapatkan secuil uang jajan. Untuk menyemir sepasang sepatu dengan waktu lebih sepuluh menit, mereka hanya memperoleh upah dua ribu perak. Sedangkan banyaknya anak penyemir telah membuat mereka saling bersaing dalam menjual jasa menyemir. Ketiga anak tak berpunya ini terbilang berotak cerdas ternyata. Kami ingin maju, kalau besar menjadi pintar dan mandiri, ungkap mereka. Yudi sendiri ingin melanjutkan ke SMA dan bercita-cita menjadi polisi. “Tapi tidak tahu bisa apa gak, wong orang tua gak punya,” tuturnya jujur sambil memasukkan lembaran ribuan kedalam sakunya. (wartapantura : ruslan nolowijoyo)

Tata Boga dan Otomotif Bekal Keterampilan Siswa SMKN I Petarukan

PEMALANG (wartapantura) - Kampus SMKN I Petarukan di areal sawah seluas lebih 2 hektar di Desa Pegundan Kecamatan Petarukan Kabupaten Pemalang, tak jauh bedanya dengan umumnya unit sekolah baru (USB) di manapun. Tetapi di sekolah yang telah beroperasi sejak 2 tahun lalu dan kini memiliki 362 siswa didik yang terbagi dalam 10 rombel, siswanya serius mengikuti pembelajaran untuk mendapatkan keterampilan sebagai bekal hari esok. Semua siswa yang kini menduduki kelas XI dan XII mengikuti kegiatan belajar mengajar (KBM) layaknya sekolah lain. Namun selebihnya sesuai kurikulum untuk sekolah kejuruan, mereka menekuni pembelajaran praktis bidang tata boga, mekanik otomotif dan mekanik industri. Melalui ketiga bidang studi tersebut menurut Kasek Dra Widayati Eny Lestari, diharapkan siswa didik SMKN I Petarukan mendapatkan kecakapan untuk bekal kedepan, sehingga mereka mampu bersaing mendapatkan peluang kerja di tengah persaingan yang makin ketat.

Berdasarkan kurikulum kejuruan yang ada siswa didik mendapatkan pembelajaran dari guru di ruang praktik yang tersedia lengkap dengan sarana dan fasilitasnya. Untuk mendukung program pembekalan ketrampilan ini sekolah mendapat bantuan sejumlah sepeda motor, minibus dan satu unit mobil station. “Dengan sarana mobil dan motor dari Pemkab itu para siswa berpraktek mekanik otomotif dibawah bimbingan guru praktek,” jelas Widayati kepada wartapantura di ruang kerjanya, Senin (24/8) lalu. Menurut dia, untuk jurusan tata boga puluhan siswanya kini berpraktek kerja (PSG) di sejumlah hotel dan restoran di sepanjang Pantura. Diantaranya di rumah makan Pringjajar, Hoteng Sendangsari Batang dan Pringsewu Cirebon. Dengan berpraktek kerja secara langsung siswa akan menerapkan keterampilan yang didapatkan di sekolah, sehingga tidak canggung lagi apabila kelak terjun ke dunia kerja, jelasnya. Bagaimana dengan siswa jurusan mekanik otomotif. Tak jauh berbeda ternyata, dibawah bimbingan guru praktek berkompeten mereka tekun mengikuti pembelajaran. Dimulai dari pengenalan pada mesin kemudian mulai melakukan ‘bedah’ piranti mekanik hingga siswa bentul-betul memahami sekaligus menguasainya. Demikian halnya jurusan mekanik industri yang pelaksanaan pembelajarannya juga didukung sarana praktek memadai.

Meningkatnya minat masyarakat menyekolahkan anak di SMK nampaknya turut andil dalam peningkatan kualitas lembaga pendidikan formal kejuruan di Kabupaten Pemalang. Di SMKN I Petarukan yang berstatus sekolah baru pun menjadi pilihan masyarakat. Peserta didik baru yang bakal menjadi siswanya adalah mereka yang lulus test masuk dengan dukungan NEM SLTP yang dimiliki. Menurut Dra Widayati, penerimaan siswa baru menggunakan pembobotan dengan format 60 persen hasil test dan 40 persen NEM. Untuk tahun pelajaran 2009 sekarang ini, lengkap dia, SMKN I Petarukan menerima siswa baru sebanyak 6 rombel. (wartapantura : ruslan nolowijoyo)

Minggu, 23 Agustus 2009

Agar Lebih Tahu Penyebab Kematian Bidan Desa Harus Kenal Penjaga Kubur

PEMALANG wartapantura Seyogianya para bidan desa harus kenal dengan para penjaga kubur di kuburan terdekat agar tahu sendiri penyebab kematian warga di desa tempatnya bertugas. Demikian ditegaskan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Pemalang Dr Erna Nuraini, MHLTh Sc saat membuka acara Audit Medik Penyebab Kematian Bayi dan Anak’ bagi para bidan dan bidan desa. Pada kegiatan di aula setempat, Selasa (18/8) dia menilai, sikap tersebut perlu dimiliki mengingat pentingnya data penyebab kematian warga sebagai bahan laporan dasar statistik yang akan berkaitan penting terhadap kebijakan kedepan. Biasanya kematian warga kurang terpantau petugas medis di desa sehingga menyulitkan upaya pencarian data pendukung untuk pembuatan statistik. Pada acara dengan nara sumber dokter ahli dari provinsi, Erna menyarankan agar bidan desa lebih jeli sehingga dapat mengetahui penyebab kematian. “Selama ini yang dipantau hanya ibu, bayi dan anak, tetapi sekarang semua harus dipantau dan dicatat,” imbuhnya menegaskan.

Sementara itu guna mendukung data statistik Dr Yuswari dari Dinkes Provinsi Jateng, menilai pentingnya bidan desa mengetahui penyebab kematian warga sehingga yang tahu tidak hanya penjaga kubur. Untuk kematian bayi dengan berbagai sebab di Jateng angkanya relatif rendah dibanding daerah lain, yakni kurang dari 10. Demikian halya di Kabupaten Pemalang, angkanya rendah, kurang dari 10 dan rata-rata bayi meninggal pada usia 0-7 hari. ruslan nolowijoyo

Heru S Sudjarwo Tersesat di Jalan yang Benar

PEMALANG wartapantura Bagi production advisor film Babad Tanah Pemalang (BTP) Heru S Sudjarwo yang puluhan tahun malang melintang di jagat perfilman keterlibatannya dalam penggarapan film BTP melulu karena kepedulian. “Saya melihat semangat daerah yang luar biasa, ini yang baru sekarang saya temukan,” ungkapnya baru-baru ini. Kebetulan yang merasa berniatan sama adalah sobat-sobatnya sendiri, maka ketika disepakati tengok lokasi syuting, perancang Piala Citra ini pun langsung tancap gas. Di film BTP sarjana seni yang cukup lama menimba ilmu di Eropa ini mengaku itung-itung pulang kampung. “Ini bener-bener gila, luar biasa orang daerah bikin film babad, film sejarah, baru ini semangat luar biasa kita temui,” urainya panjang lebar. Dia sendiri ketemu teman-teman seniornya seperti Imam Tantowi, Budi Santosa dan lainnya, mulanya merasa seakan tersesat. Ya, menjadi insan perfilman karena tersesat di jalan yang benar, ujarnya sambil tertawa lebar.

Lain halnya dengan Sumantri Jaliteng, art designer yang kelahiran Slawi 6 dasa warsa lalu. Film BTP menyimpan keunikan tersendiri sehingga penanganan artistik harus cermat dan serius agar bisa memenuhi tuntutan skenario. “Kami menangani kostum, spesial effek dan ubarampe lainnya,” ujarnya. Peranan peƱata artistik dalam sebuah penggarapan film menurut dia, adalah menvisualkan suasana masa lalu seperti yang dikisahkan dalam skenarionya. Gambaran cerita masa lalu itu seyogianya dijiwai pula oleh pemain. Imajinasikan itu suasana dan peran yang dibawakan dengan berkesungguhan agar apa yang dituntut skenario bisa terpenuhi. Sumantri Jaliteng mengakui bahwa penataan artistik film sejarah kolosal jauh berbeda dengan film biasa, masing-masing punya spesifikasi dan ciri khas. Tapi yang jelas untuk BTP persiapan akan lebih lama ketimbang pembuatan sinetron masa kini. Ruslan nolowijoyo

Pagu Raksin 3,2 M Tersalur Tepat Sasaran di Pemalang

PEMALANG wartapantura - Penyaluran beras untuk warga miskin (raskin) di Kabupaten Pemalang untuk 14 wilayah kecamatan hingga bulan Agustus lancar dan tepat sasaran. Berkat koordinasi semua pihak terkait raskin dengan pagu 2.005.080 kg senilai Rp 3.208.128.000,-- dapat tersalur dan relatif mudah penagihannya. Kabag Perekonomian Setda Pemalang, Drs Tutuko, MSi, saat ditemui wartapantura di ruang kerjanya Rabu 19 Agustus pekan lalu menyebutkan bahwa dari 222 desa/kelurahan yang ada tinggal 2 desa yang penagihanya mengalami kelambatan, yakni Desa Pegundan di Kecamatan Petarukan dan Tumbal di Kecamatan Comal. “Semua sudah tertagih, termasuk Desa Tumbal akan melunasi hari ini, tinggal Pegundan yang belum lunas,” ungkapnya. Untuk desa penunggak menurut dia nilainya sesuai pagu Rp 37.272.000,- atas harga Rp 1.600,- untuk 23.295 kg raskin.

Agar penyaluran raskin kedepan lebih lancar dan tepat sasaran semua camat mengikuti rakor bersama pihak terkait diikuti perwakilan 2 desa masing-masing kecamatan. Tujuan rakor tersebut menurut Tutuko, tidaklain untuk menyamakan persepsi guna mencapai target 6T yang dicanangkan. Yakni Tepat waktu, Tepat jumlah, Tepat harga, Tepat sasaran, Tepat kualitas dan Tepat administrasi.ruslan nolowijoyo

Sabtu, 22 Agustus 2009

Ultah ke 63 Imam Tantowi Dirayakan dengan Bedah Naskah Film BTP

PEMALANG – Proses pembuatan film sejarah Babad Tanah Pemalang (BTP) agaknya tak hentinya mengukir keunikan. Diantaranya ketika tim pencari lokasi syuting sempat kalang kabut mencari kamera yang terjatuh saat meloncati parit akhir bulan lalu, tiba-tiba tanpa dinyana kamera digital pocket miliknya terlihat di rerumputan. Kali ini ternyata naskah film BTP dijadikan satu souvenir tak terlupakan lantaran dibedah bersama tim konsultan sebagai hadiah ulang tahun Imam Tantowi selaku sutradara dan penulis skenario di Kantor PT Indonetra Sakti di Jakarta, pada tanggal 13 Agustus lalu. Jauh sebelumnya munculnya informasi akan dibuatnya film BTP juga sempat mengundang tanya lantaran cerita ‘Babad Pemalang’ konon merupakan kisah yang ditabukan. Jika dipentaskan tidak secara lengkap bisa terjadi sesuatu yang tak diharapkan.

Pada hari Kamis pekan lalu sutradara asal Tegal itu merayakan ulang tahunnya yang ke 63. “Ya, pada tanggal 13 kemarin Pak Imam Tantowi merayakan ulang tahun ke 63, kita rayakan di kantor Indonetra dengan acara bedah naskah film Babad Tanah Pemalang,” tutur production advisor Heru S Sudjarwo, melalui ponselnya, Kamis (20/8) siang kemarin. Hadir pada acara tersebut menurut dia, Imam Tantowi selaku penulis skenario dan sutradara BTP, executive producer Indonetrasakti Darmanto Marnadi, P Budi Santoso selaku chief production, art designer Sumantri Jaliteng, H Nana dari Karnos Film dan kameraman Topobroto. Dari acara ultah yang ‘nganeh-anehi’ setidaknya dapat disimpulkan bahwa penggarapan film BTP bukan asal-asalan namun serius oleh para jawara sinea nasional tersebut. Terlepas dari kepedulian mereka terhadap niatan Disbudpar Pemalang untuk mengapresiasikan cerita sejarah dalam bentuk film dokumen ataupun karena para sineas papan atas yang terlibat adalah putra daerah tetangga, Tegal dan dua diantara mereka ternyata juga asal Pemalang, yakni P Budi Santoso dan Torro Margens. Itu berarti sebagai insan budaya yang cinta kampung halaman, kepedulian mereka bukan sikap mengada-ada. Apalagi jika diproyeksikan dari tingkat kelelahan mereka dalam menggarap film hingga rampung dengan ketersediaan anggaran. “Kami tergugah karena adanya ikatan emosional, Pemalang dan Tegal adalah tetangga berdekatan yang pada waktu itu merupakan telatah dibawah pengaruh pemerintahan kerajaan di masa Pangeran Benawa,” ungkap Darmanto Marnadi usai casting pemain beberapa waktu lalu.

Keunikan kisah BTP sendiri menggelitik tim kerja Indonetra dan Imam Tantowi, dan tentu hal itu langka dilakukan tim kerja manapun tatkala mengulangtahuni sutradaranya. Karena bukannya di hotel berbintang atau restoran kelas internasional. Melainkan di kantor mitra kerjanya dengan sajian utama bedah naskah. Tak heran apabila Heru S Sudjarwo selaku konsultan ahli berkomentar bahwa kuatnya semangat daerah telah menggiring para pendekar perfilman nasional turun gunung. Layaknya perayaan ulang tahun, Imam Tantowi juga meniup api lilin dikuti tepuk tanggan dan ucapan selamat panjang umur. Dan setelah kue ulang tahun dicicipi , ‘kue’ berikutnya adalah naskah setebal 60 halaman yang dibedah sebagai hadiah ultah. Maka tak berlebihan apabila produser BTP Hendro Susetyo mengatakan bahwa keterlibatan para sineas papan atas negeri ini ibarat ‘sumur marani timba’ bukannya ‘timba marani sumur’. Maka bagi sineas pemula di daerah alangkah bijaknya apabila banyak-banyak menimba pengalaman dan pengetahuan dari mereka.(ruslan nolowijoyo)

Followers

Administrator

Ruslan Nolowijoyo Hengky Kik

My News Feed

Related Websites

 

Warta Pantura. Copyright 2009 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Hengky Scootman Converted into Blogger Template by Scootman